Oleh : Eva Dianita
“Mau kado apa dari
mama?” Suara itu terdengar diiringi langkah yang semakin mendekat. Mama
menghampiriku yang sedang nonton TV di ruang tengah, aku tersenyum dan tak
berkata apapun.
“Mau kado ngga?” Tanyanya lagi.
“Ah, serius ma..? mau laah.” Jawabku tak percaya.
“Tapi bohong…” guraunya.
“Ih si mama..” Aku kesal dan cemberut dibuatnya. Tapi mama hanya
tersenyum melihat wajah cemberutku.
“Beneran dong ma. Sekali.. aja ma, belom pernah dapet kado ulang tahun
dari mama, kalo adik-adik aja tiap ulang tahun dapet kado, dirayain…” Aku terus
membujuk mama karena aku ingin merasakan ulang tahun seperti adik-adikku,
seperti teman-temanku dan mendapatkan
hadiah. Mama pusing mendengarkan aku yang terus berbicara, “Ah.. mama mau masak” kata mama sambil beranjak dari sofa.
Aku anak pertama dari
tiga bersaudara, kedua orang tuaku bekerja sehingga jarang di rumah, sejak dulu
aku belum pernah merayakan ulang tahun dan mendapatkan hadiah, karena aku tak
pernah memintanya. Bahkan terkadang mereka lupa dan aku hanya mengingatnya
sendiri. Berbeda dengan kedua adikku yang selalu dirayakan meskipun
kecil-kecilan tapi setiap ulang tahun mereka selalu terlihat bahagia, tidak
seperti aku yang terkadang tanggal ulang tahun pun terlupakan. Tapi tidak untuk
hari ini, ulang tahunku masih lima hari lagi dan ternyata mama ingat, itu cukup
membuatku senang. Sebenarnya aku ragu dengan pertanyaan mama, apa benar ia akan memberiku hadiah? Ataukah hanya bercanda saja?
Namun disisi lain aku yakin karena tidak biasanya mama bertanya seperti itu,
mungkin karena tahun ini adalah ulang tahun ke-17 pikirku.
Aku tak sabar
menantikan hari ulang tahunku, setiap hari aku bertanya pada mama untuk
meyakinkan apakah benar mama akan memberiku hadiah. Setiap aku bertanya mama
selalu bercanda dan membuatku semakin penasaran.
Dua hari lagi ulang tahunku, lagi-lagi aku
ingin bertanya tentang ulang tahun pada mama.
“Ma.. kadonya jadi kan?” Tanyaku
kepada mama.
“Iya.. karena Reva mau ulang tahun yang ke-17, mau mama buatin apa? Kue bolu atau tumpeng?” Mama
balik bertanya padaku.
“Terserah.” Jawabku cepat dengan perasaan yang sangat senang karena mama
tidak bercanda kali ini.
“Ya udah, mama buat kue bolu sama tumpeng yah, kadonya rahasia.”
Mandengar ucapan mama perasaanku
senang sekali rasanya ingin memeluk dan mencium mama. Aku berjalan kekamar, melompat
dan ingin berteriak “Yeeee..!!” tapi tidak aku lakukan karena ini rumah bukan
hutan, aku benar-benar tak sabar menunggu tanggal 6 Oktober tiba.
Hari ini, tepatnya
pukul 6 pagi tanggal 6 Oktober aku berusia 17 tahun. Aku manatap mama sebelum
berangkat sekolah, setelah sarapan aku mencium tangan mama lalu berangkat
sekolah dengan gembira. Sebenarnya aku tak mengharapkan perayaan ulang tahun meskipun
banyak teman-teman yang mengatakan bahwa ulang tahun ke-17 adalah saat yang
spesial untuk dirayakan. Banyak teman-teman yang merayakan ulang tahun ke-17
nya dengan meriah, bahkan yang tidak biasa merayakan ulang tahunpun
merayakannya. Bagiku setiap tahun, setiap hari, bahkan setiap detik adalah
anugrah dari yang maha kuasa . Aku harus bersyukur dengan setiap waktu yang
kumiliki.
Sesampainya aku di
sekolah, banyak teman yang mengucapkan selamat ulang tahun untukku, ada yang
mengucapkan lewat sms dan facebook, ada
yang menampar pipiku, berpura-pura tanggal ulang tahunku lalu mengucapkan
selamat secara tiba-tiba, memberiku kue bolu kecil lalu mereka makan
beramai-ramai, meminta traktiran, dan lain-lain. Di sekolah aku merasakan
suasana seperti hari-hari biasanya, meskipun banyak ucapan selamat ulang tahun
namun tetap tak ada suasana berbeda seperti yang teman-teman ceritakan tentang sweet seventeen.
Aku menunggu jam pulang
tiba, bukan karena hari ini aku ulang tahun dan menantikan hadiah tetapi
perasaanku sungguh ingin pulang. Tidak ada perasaan bahwa aku berulang tahun
hari ini, bahkan hati kecilku mengatakan takkan ada acara kecil apapun di rumah
hari ini. Akhirnya pelajaran selesai, aku merapikan buku-buku ke dalam tas.
Tiba-tiba ponselku bergetar, rupanya ada sms dari mama
“Reva, maaf mama ga bisa
buat kue
ulang tahun buat Reva.
ulang tahunnya ditunda dulu yah..
Ana kecelakaan, jatuh
di sekolah.
ga apa-apa yah ulang
tahunnya
ditunda dulu?”
Begitulah bunyi sms dari mama. Aku membacanya dan ternyata benar, tak
ada ulang tahun untukku. Lalu aku pun menjawab pesannya
“Iya ma, ga apa-apa”
Aku pun pulang dengan
perasaan yang sedikit kecewa. Sesampainya di rumah aku menemukan selembar
kertas yang ditempelkan di pintu, aku menarik kertas itu dan membacanya “Kunci
dititipin ke bi Ai”. Bi Ai adalah bibinya bapa, seharusnya aku memanggilnya
nenek tapi karena terbiasa menyebut bi Ai jadi kami selali menyebutnya bi Ai. Aku
pun pergi ke rumah bi Ai yang letaknya tidak jauh dari rumahku.
“Tok.. tok.. bi..” Aku
mengetuk pintu rumah bi Ai, tiba-tiba bi Ai membuka pintunya dengan wajah yang
seperti habis menangis.
“Reva, Ana kecelakaan, tadi
mama nitip kunci, ini kuncinya.” Bi Ai memberikan kunci rumah sambil
mengusap-usap pipinya yang berlinang air mata. Ana adalah adik bungsuku,
umurnya 10 tahun ia masih duduk di kelas 6 SD. Dengan paniknya bi Ai menemaniku
berjalan ke rumah, aku masih bingung dengan keadaan yang terjadi. Ketika aku
sampai di depan rumah, terlihat adik pertamaku baru pulang dari sekolahnya.
Namanya Lena, umurnya 12 tahun, ia kelas 7 SMP dan merupakan murid yang pandai
di sekolahnya.
Aku duduk di ruang
tengah bersama Lena dan bi Ai, di sana bi Ai menceritakan kejadian yang menimpa
adikku Ana.
“Reva, Lena tadi mama pesen ke bi Ai nitip Reva sama Lena. Ana kecelakaan,
ia jatuh di sekolah tangannya patah dan harus di bawa ke rumah sakit, bibi
terkejut mendengarnya. Tadi bibi lihat Ana di gendong sama Bapa dan darahnya
banyak, bercucuran hingga seragamnya habis oleh darah. Bapa dan mama Reva panik,
bibi bahkan lihat wajah mereka setengah ingin menangis, kasian Ana.” Bi Ai
bercerita dengan isak tangis.
“Tangan bagian mananya bi yang patah?” Tanya Lena.
“Tangan kanan, Ana masih kecil cantik lagi kasian bibi melihatnya na.”
Bi Ai tak henti-hentinya menangis.
Aku dan Lena mencoba menelepon dan mengirim sms kepada mama dan bapa,
namun tak ada satupun yang menjawab atau pun membalas sms. Bi Ai terus
menceritakan kejadian, tentang bagaimana Ana menjerit kesakitan, mama dan bapa
yang panik dan hampir menangis. Ana adalah adik yang menurutku dan Lena
menyebalkan, setiap hari selalu bertengkar dengannya bahkan kami lebih suka ia
bermain-main dengan teman-temannya di luar karena suka mengganggu. Tapi, kali
ini aku tak bisa menahan tangis aku tertunduk setelah mendengarkan cerita bi Ai,
air mataku keluar dan aku sangat merasa kasihan karena adikku masih kecil. Ana
terlalu kecil untuk merasakan sakit yang luar biasa seperti itu, aku menangis
sambil menatap ponsel menunggu balasan dari mama. Lena berjalan ke kamar,
setelah ku ikuti ternyata ia juga menangis. Aku tak menyangka, Lena dan Ana
selalu bertengkar setiap hari, tak pernah akur bahkan untuk sebentar saja dan Lena menangis terisak-isak di kamar.
Sampai malam pun aku
tetap menantikan kabar dari kedua orang tuaku. Kejadian yang menimpa adikku
benar-benar membuatku lupa sepenuhnya bahwa hari ini aku berulang tahun. Icha
adik sepupuku yang seusia dengan Ana menemani aku dan Lena di rumah malam itu. Yusi yang sekelas dengan Ana menceritakan kejadian ketika mita terjatuh di
sekolah.
“Tadi Ana naik drum yang dibalikan, ia berdiri di atasnya, tujuannya
untuk berjalan di atas drum yang menggelinding, sebenarnya aku sudah
peringatkan Ana untuk turun dan jangan berdiri di atas drum tapi dia tak mau
mendengarkan. Ketika Ana belum siap naik, tiba-tiba si Siska teman sekelasku menendang drum itu, Ana jatuh dari atas drum dan menjerit kesakitan,
tangannya berdarah dan katanya susah digerakan, Ana terus menangis dan
menjerit. Aku ikut Ana ke rumah sakit badannya penuh darah seperti orang yang
kecelakaan.. Aku tidak tega melihatnya. Lalu aku di anterin pulang dan menemani
ka Reva dan ka Lena di sini, mama dan bapa (paman-bibi) masih di rumah sakit
nemenin Ana dan mama bapa kaka di Rumah sakit.” Yusi menceritakan kejadian
tersebut dengan seriusnya. Aku dan Lena semakin sedih setelah mendengar cerita
itu, aku merasa menyesal karena selalu memarahinya, di saat seperti ini au
benar-benar tak tega padanya.
Pukul sepuluh malam
mama membalas smsku, ia mengatakan bahwa tangan Ana harus dioprasi tulang karena
mengalami patah tulang luar dan dirawat di rumah sakit sampai ia sembuh. Ana
masih dalam masa pertumbuhan, sehingga tangannya masih bisa di benarkan
kembali. Aku dan Lena hanya berdua di rumah selama Ana dirawat di rumah sakit,
sesekali ditemani Yusi dan bi Ai.
***
Setahun kemudian Ana
sembuh setelah melalui dua kali oprasi tulang. Ana yang semula adalah anak
yang aktif sekarang menjadi sedikit penakut dan terkadang cengeng. Namun
kejadian ini membuat kami menjadi jarang bertengkar dan selalu berhati-hati
dalam bertindak. Kejadian terjatuhnya Ana selalu diingat karena kejadian itu
tepat pada tanggal ulang tahunku yang ke-17. Aku sudah melupakan tentang acara
ulang tahun ataupun hadiah.
Orangtua adalah orang yang paling merasa sedih
dan panik, mereka menangis dan tak henti-hentinya berdo’a, merekalah yang
paling menderita ketika kejadian buruk menimpa anaknya. Banyak biaya yang
mereka keluarkan untuk oprasi tulang adikku, mama bilang, “uang tak menjadi
masalah yang penting anak mama sehat dan baik-baik aja”. Terbayang dalam
benakku betapa paniknya kedua orangtuaku saat itu, tapi dalam keadaan sepanik
itu mama masih sempat mengirimkan pesan:
“Reva, maaf mama ga bisa
buat kue
ulang tahun buat Reva.
ulang tahunnya ditunda dulu yah..
Ana kecelakaan, jatuh
di sekolah.
ga apa-apa yah ulang
tahunnya
ditunda dulu?”
Mama masih sempat kirim sms dan ingat ulang tahunku dalam keadaan panik,
bahkan aku pun lupa dengan ulang tahunku setelah mengetahui musibah yang
menimpa adikku. Mama ingat ulang tahunku dan masih sempat kirim sms seperti itu
di saat keadaan begitu panik, itu sudah cukup bagiku, sangat cukup aku tak
meminta apapun lagi . Pesan singkat mama selalu teringat, karena artinya mama ingat ulang tahunku.Niat mama membuatkan
acara kecil untukku meskipun tidak terlaksana dan sms yang mama kirim merupakan
hadiah terindah ulang tahunku selamanya. Tak ada hadiah terindah yang mampu
menandingi cinta kasihmu mama.
Comments
Post a Comment