Kuberikan Cinta Pertamaku Untuknya

Cerpen
Oleh : Eva Dianita



Namaku Sifa, sekarang umurku 13 tahun aku adalah seorang siswi pendiam di kelas. Ketika jam istirahat aku hanya duduk di kelas dan menulis puisi atau cerita, tidak seperti teman-teman yang lainnya ketika jam istirahat mereka bermain di luar, ke kantin, main basket dilapangan dan lain-lain. Bukannya aku tak ingin, namun aku terlalu pendiam, aku lebih suka diam dan menulis. Di bangku ke dua barisan kedua dari arah pintu ini adalah tempat yang stategis untukku, ketika jam istirahat tiba aku hanya duduk dan menulis di bangku ini.
“Braakk…!!!”
Suara keras itu memecah keheningan kelas. Chika menggebrakan tangannya ke meja dan duduk terisak-isak di sampingku. Gadis berambut lurus sebahu itu menangis namun terlihat sangat kesal. Aku menutup buku catatanku dan bertanya kepada teman sebangkuku yang menangis itu, namun ia tak menjawab satupun pertanyaan dariku. Beberapa teman berkumpul mengerumuni bangkuku, ada yang menatapnya saja, ada yang menanyakan “Chika kenapa?”, ada juga yang mencoba menenangkannya sambil merangkul pundak Chika, namun tiba-tiba Chika marah “Pergi kalian ! Jangan so peduli !” Teriaknya, tangisnya pun semakin keras ia berdiri dan berjalan keluar kelas dengan langkah cepatnya. Semua teman-teman serentak kaget dengan sikapnya.
            Beberapa menit kemudian Chika datang lagi ke kelas, aku berdiri dan hendak menghampirinya, namun Firhan berjalan cepat di belakang Chika dengan wajah yang begitu kesal dan marah. Diikuti beberapa teman lainnya yang terlihat bingung dengan apa yang terjadi.
“Apa salahku?” Teriak anak lelaki berkulit putih itu sambil menarik tangan Chika dari belakang. Mereka berhadapan dan saling berteriak. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar.
“Kalian ini kenapa hah?!” Aku mencoba melerainya dan berjalan menghampiri mereka, namun tiba-tiba Chika melemparkan buku catatan yang ada di atas meja tepat ke wajahku. Aku tak menyangka temanku bersikap begitu, mungkin karena ia sedang emosi pikirku. Lagi-lagi Chika melemparkan tip-ex padaku, aku bingung dan hanya bisa terdiam melihatnya begitu marah. Mungkinkah aku berbuat salah padanya? Apakah aku menyebalkan? Dengan perasaan sedih segala pertanyaan memenuhi pikiranku ketika melihat tatapan Chika yang terlihat begitu benci padaku.
“Chikaaaa!!! gila? atau kesambet?” Teriak Firhan yang begitu marah. Firhan sifatnya emosional dan mudah marah, bahkan teman-teman lelaki di kelas pun tak ada yang berani mendekat kalau ia sedang marah.
“Kalian menyebalkan!!” Teriak Chika.
“Apa? Aku? Apa salahku? Tiba-tiba marah dan membuatku kesal.” Tanya Firhan dengan kesal
“Iya salahmu Firhan, kenapa kamu bilang kalau kamu menyukai Sifa” Kata Chika sambil menangis dan menunjuk ke arahku.
“Kamu tahu kan? Sejak kelas 7, sampai sekarang kelas 8 aku menyukaimu, kamu tahu itu kan? Terus kenapa kamu malah suka sama Sifa hah..!! kalian menyebalkan…”
Chika tak henti-hentinya berbicara dan berteriak marah.Air matanya tak henti bercucuran di pipi Chika, dengan mata dan wajahnya yang merah Chika tak henti-hentinya berteriak dan marah. Firhan yang emosional itu kesal dan tak sengaja menampar Chika. Chika berhenti berbicara, ia duduk di bangkunya dengan isak tangis yang belum reda, ia hanya diam sampai jam istirahat selesai, bahkan sampai jam pulang sekolah pun ia hanya diam. Aku tak berani untuk berbicara apapun padanya.
Keesokan harinya Chika tidak masuk sekolah, aku begitu menghawatirkannya bahkan aku juga memarahi Firhan karena sikapnya yang berlebihan kemarin. Selama tiga hari Chika tidak masuk kelas, aku mengirimkan sms padanya berkali-kali dan tidak pernah ada balasan. Setelah seminggu berlalu, wali kelas menyampaikan bahwa Chika pindah sekolah. Firhan keterlaluan pikirku, aku menjauhinya dan bersikap sangan acuh terhadapnya.

***
Setahun kemudian, aku lulus dari SMP dan sedang daftar ke salah satu SMA Negri di Bandung. Aku di terima di SMA itu dan memulai suasana baru, aku tak menyangka bisa bertemu sahabatku waktu TK sampai SD di SMA ini bahkan aku sekelas dengannya. Dia adalah Indri, seorang gadis berkulit hitam manis dan berambut lurus panjang dengan poni lurus sealis, gaya bicaranya sangat ceria dan ia selalu terlihat bersemangat.
Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan berlalu aku mulai terbiasa dengan seragam dan sekolah baruku. Aku semakin akrab dengan sahabatku Indri, setiap hari selalu bersama, mulai dari berangkat dan pulang sekolah, mengerjakan tugas, membeli sesuatu, makan dan banyak hal lain yang dilakukan bersama-sama. Indri selalu bercerita padaku, atau dengan kata lain ia selalu curhat padaku. Ia selalu bercerita tentang anak laki-laki yang disukainya, setiap hari selalu ia ceritakan, ia selalu terlihat sangat senang dan tak pernah ada habisnya menceritakan anak laki-laki itu, namun ia tak pernah memberi tahu namanya dan yang mana orangnya.
Suatu hari aku begitu penasaran dengan sosok laki-laki yang ia sukai itu, aku bertanya padanya, dan terus bertanya karena begitu penasaran. Akhirnya ia pun memberitahu bahwa anak laki-laki yang disukainya adalah Firhan.
“Wah.. Firhan mana tuh?” tanyaku.
“Itu anak kelas 10 D, namanya Firhan Aditia.”
Aku kaget, lagi-lagi Firhan apa bagusnya dia? Apa dia itu tampan? Aku bingung kenapa banyak yang menyukainya.
“Woii kenapa bengong? Tau ga orangnya?” tanya Indri mengagetkan.
“Hah..? Firhan itu, tau lah.. dia itu satu SMP dan satu kelas sama aku dulu.”
“Bagus dong kalo gitu”
“Bagus apanya?” tanyaku heran.
“Bisa dong dicomblangin…”
            “Apa..!?” aku kaget setengah mati mendengarnya. Aku tidak begitu akrab dengan Firhan setelah kejadian waktu itu, aku itu pendiam, dan pastinya aku tidak bisa jadi mak comblang atau apapun itu. Aku menolaknya, aku bilang tidak bisa membantunya untuk hal ini.
Indri tak henti-hentinya memintaku untuk mencomblangkannya dengan Firhan, ia meberiku coklat, mengerjakan tugas piketku, dan selalu bersikap baik dan berlebihan. Semakin lama aku tidak nyaman dengan sikapnya, dan karena aku adalah sahabat yang baik seharusnya aku bisa membantunya pikirku, sampai akhirnya akupun bersedia membantunya.Aku merencanakan strategi untuk mendekatkan Firhan dengan Indri, mulai dari memperkenalkan mereka, memberikan nomor HP mereka masing-masing dan berakrab-akrab dengan Firhan sebagai jembatan untuk mereka supaya menjadi dekat.Rupanya Firhan mengetahui misiku menjadi makcomblang ini, ia tidak menyukainya dan aku takut ia marah padaku.
Jam pulang sekolah aku selalu menyempatkan diri mampir di perpustakaan sementara Indri lebih suka berada di sanggar OSIS bersama pengurus OSIS lainnya. Ada Firhan di sana, mungkin ini adalah kali pertama ia masuk ke perpustakaan karena aku tak pernah melihatnya di sini. Aku takut ia marah, aku keluar lagi dan duduk di depan koridor sekolah menunggu Indri.
“Aku ke perpus cari kamu tau.” Suaranya terdengar menyebalkan dari arah samping, dan aku sangat mengenali suara itu.
“Firhan, kenapa? Ada perlu apa?” tanyaku sinis.
“Kamu, comblangin aku, sama si Indri?” Kata-katanya terpotong-potong.
“Iya.” Jawabku cepat
Firhan sedikit tersenyum, beberapa saat hanya diam tak berkata apapun.
“Aku gak mau.” Katanya dengan nada menyebalkan.
“Kamu tu yah, lagi-lagi begitu, jangan sampe kamu bersikap sama lagi kaya ke Chika dulu. Indri itu sahabat aku, kalo kamu berani nyakitin dia, awas aja”
            “Berani apa kamu?” tanya Firhan.
“Ya ampuuun… nyebelin.” Gerutuku.
“Denger ya Sifa, kamu tau kan sejak awal kelas 7 aku suka sama kamu, aku udah bilang berapa kali coba? Kamu ga usah pura-pura ga tau, pura-pura ga ngerti. Waktu SMP kamu suka sama aku kan? Kamu yang inget tanggal ulang tahun aku, kamu dukung aku waktu lomba pramuka, kamu belain aku waktu dituduh ngempesin ban sepedanya si Andri dan kamu tau bukan aku pelakunya, dan masih banyak lagi. Tapi semenjak Chika pindah kamu beda.”
“Aku? Apa? kalau masalah ulang tahun itu sih tau dari temen sebangku kamu si Dika. Kalau yang lainnya, cuman sekedar membantu.” Kataku sinis.
            “Membantu?” Firhan terdiam sejenak. “Aku seneng bisa akrab lagi, tapi ternyata cuman buat nyomblangin aku sama Indri. Coba ngerti perasaan aku fa..” Lanjutnya.
“Kenapa musti aku? Banyak cewe yang suka sama kamu, mereka cantik-cantik, kenapa musti aku?” Tanyaku.
“Gak tau.” Jawabnya singkat.
“Gak tau? Mendingan gak usah suka sama aku.” Entah kenapa aku merasa sakit hati ketika mengucapkan kalimat yang kejam ini.
 Aku ingat waktu SMP dulu, ketika aku berteman baik dengan Firhan. Ia selalu membuatku tertawa dengan lelucon-leluconnya, dibalik sifat menyebalkannya ternyata ada sisi baik. Dia memberikan makanannya ketika MOPD SMP karena makananku ketinggalan, akhirnya dia yang kena hukuman. Dia memperbaiki serutan pensilku yang rusak, membantu merapikan pensil warnaku yang jatuh berserakan ketika pelajaran kesenian, selalu tersenyum padaku, ia selalu memarahi teman-teman laki-laki yang jahil dan menyebalkan, sebelum aku tau Chika menyukai Firhan semuanya baik-baik saja.         Kalau boleh jujur, aku juga sempat menyukainya. Tapi tidak, sahabatku Indri sangat-sangat menyukainya, lagi pula untuk saat ini aku tak punya keinginan untuk punya pacar, aku masih terlalu muda pikirku.
Akhirnya aku berusaha mencomblangkan mereka meskipun sulit, tetapi aku tak menyerah demi sahabatku Indri. Sampai akhirnya, Firhan mengalah dan mereka pacaran, namun tak sebaik yang ku bayangkan, Firhan sangat membenciku.Sebenarnya aku sedih, tapi aku bisa menghilangkan rasa sedih itu dengan mudah karena menurut pikiran bodohku itu bukanlah masalah besar.
            “Ini pertama kalinya aku pacaran,aku terpaksa jadian sama Indri, kamu seneng?” Kalimat itu adalah kalimat terakhir yang Firhan ucapkan padaku. Ia tak pernah berbicara apapun lagi padaku, tapi yang penting Indri sahabatku senang. Meskipun awalnya kaku dan Firhan sangat cuek, namun semakin lama hubungan mereka berjalan baik, bahkan hubungan itu langgeng sampai lulus SMA, kuliah dan semoga selamanya. Sahabat adalah orang yang aku sayangi,  apalagi Indri, yang entah dari kapan aku bersahabat dengannya mungkin dari semenjak kami balita atau mungkin bayi. Orang tuaku dan orang tua Indri sudah bersahabat dari dulu, dari zaman mereka sekolah katanya, itu sebabnya Indri sudah seperti sahabat dan saudara bagiku.
Sampai sekarang, Indri tak mengetahui kalau Firhan pernah menyukaiku, aku tak ingin kehilangan sahabatku lagi, seperti Chika yang entah di mana sekarang. Maka, kuberikan cinta pertamaku untuknya.




Comments